TAK SEMPAT TERUCAP

CERPEN, SASTRA Tak ada komentar pada TAK SEMPAT TERUCAP

       Hai, kenalin, namaku Kiara, umurku masih 17 tahun. Pastinya masih duduk di bangku SMA, masa dimana kita mulai jatuh cinta pada orang lain. Entah itu cinta monyet atau cinta lainya. Waktu dimana kita ingin menemukan kenyamanan dari lain jenis. Waktu dimana kita ingin memiliki seseorang lebih dari sebatas teman. Mungkin ini sedikit cerita tentang perasaan dihatiku.`

       Sebelumnya apa kamu pernah menyukai seseorang tanpa pernah mencoba untuk mengungkapkannya? Cinta terkadang aneh dan tak masuk akal. Sepasang manusia tanpa ada komunikasi pun bisa saling mencintai. Mungkin tidak keduanya, mungkin salah satunya. Terdengar mustahil tapi memang nyata adanya. Seperti yang kualami saat ini.

       Banyak temanku berkata “udah sana ngomong aja duluan!” Ada juga yang bahkan lebih serem “udah nyatain aja duluan sana”. Ya walaupun bercanda, tapi mereka mengarahkanku untuk lebih berani mengatakannnya. Tapi aku berpikir, gengsi kan ya untuk perempuan mengatakannya terlebih dahulu. Hanya memulai pembicaraan saja aku malu, apalagi menyatakan perasaan, menurutku itu perihal yang cukup berat untuk diungkapkan.

       Diam memang lebih baik. Diam untuk lebih memperhatikan. Diam untuk lebih banyak mendengarkan atau mungkin diam untuk tidak mencampuri urusan orang lain juga ada baiknya. Tapi, tak selamanya diam itu emas. Ada kalanya di mana berdiam diri itu tidak bisa mengubah kenyataan yang ada. Diam itu tidak selalu bisa menyelesaikan masalah. Bukannya menyelesaikan masalah, adanya malah menimbulkan penyesalan untuk kita nantinya. Apalagi diam-diam memendam perasaan kepada seseorang.

Tentunya tak mudah untuk menjalani hari dengan rahasia di dalam hati.

“Apakah kamu menyadarinya? Apa kamu merasakannya? Hey, lihatlah aku! Aku di sini menunggumu. Aku selalu memperhatikanmu. Semua tingkah lakumu. Apakah tak ada sedikit pun perasaan itu untukku? Atau, salahkah bila aku mencintaimu? Adakah aku di hatinya?”

        Entahlah. Aku tak terlalu mengerti, bahkan dengan perasaanku saat ini. Mengapa aku begitu menyukaimu? Mengapa harus kamu? Padahal teman laki – lakiku banyak, tidak hanya kamu. Apakah ada alasan yang bisa menjelaskannya? Pertanyaan-pertanyaan ini terus muncul dan semakin menyebar memenuhi setiap sel dalam tubuhku. Terutama otakku dan memoriku yang terus menerus menjelaskan bahwa aku menyukainya.

“Selama ini kita selalu bersama, sering bertatap muka, walau tak sepatah katapun terucapkan.”

        Senyummu, tatapan matamu, begitu menyejukkan. Bahkan ketika kamu diam tanpa kata, kamu terlihat begitu mempesona. Kamu begitu mengagumkan. Terlalu sempurna untuk kumiliki. Aku tak sanggup. Aku sudah masuk terlalu dalam, jauh ke dalam perasaanku yang terlalu besar untuk kubendung sendiri.

       Ketika suatu hari dia duduk disebelahku itu adalah saat yang paling mendebarkan untukku, aku bingung harus bagaimana, untuk membuka mulut pun tak mampu, hanya bisa senyum kepadanya, tidak lebih dari itu. Aku berterima kasih pada kakakku, karena dia aku mengenalnya, dari dia aku mengenalnya. Setiap hari minggu bisa bertemunya, melihatnya pelayanan di atas mimbar itu sudah lebih dari cukup. Melihatnya berbincang dengan kakakku saja, membuat hatiku bahagia, bagai orang dimabuk cinta, malu – maluin banget.

       Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Yang kuinginkan hanya dirimu. Tapi, apalah dayaku? Aku hanya bisa menunggu. Kamu tahu, aku ini perempuan. Aku tak mungkin bisa mengatakannya. Bukan tidak bisa, aku hanya tak tau mulai dari mana. Aku hanya merasa, “Pantaskah aku memilikimu?”

       Hatiku mulai gelisah. Batinku kian tersiksa dalam kebungkaman. Begitu menyesakkan karena menunggumu dalam ketidakpastian.

“Jika kamu merasakan yang sama, kenapa kamu tak bicara?”

“Kalaupun tidak, kenapa tak kamu ucapkan juga?”

“Adakah orang lain yang telah merenggut perhatianmu?”

“Apalah arti hadirku di sini?”

      Sampai ada saatnya, ketika hari natal, kita mendapat tugas yang sama. Ya sperti natal biasanya, gereja kita mengadakan kegiatan aksi sosial, memberi sembako, mainan, baju – baju, dan banyak barang lain yang bisa dibagikan. Nah, yang paling seru bukanlah pembagian barang itu, tapi di sana ada kegiatan mengajar anak – anak. Kalian tahu??? Aku mendapat wilayah yang sama dengannya, di sana kita mengajar anak – anak bersama.Di hari itulah, kita mulai bicara, benar – benar saling bicara.

“Ra, bisa tolong ambilkan buku itu??”, “Oya, kamu bisa kan ra mengajarkan ini, kamu kan pintar.” Bahkan pujian kecil seperti itu saja membuatku baper.

       Sampai di waktu istirahat, makan siang pun tiba. Kita duduk saling bersebelahan, yang sangat membuatku kaget ketika dia mengambilkan piring dan makanan untukku, hatiku meleleh ya ampun, romantis banget kan ya. Dia pun menanyaiku banyak hal, setelah sekian lama, dia tahu kalau aku adik dari temannya, ini pertama kaliya dia menanyaiku banyak hal.

“Kamu sekolah dimana? Mengambil jurusan IPA atau IPS?”, dia pun menawariku untuk latihan bersama saat pelayanan, kebetulan dia pemain gitarnya dan aku sering menjadi pemimpin pujian. Ada satu pertanyaan yang membuatku kaget sekaligus senyum-senyum kepadanya.

“Udah punya pacar?”. Astaga dalam hati aku ingin menjawab …. Ya kalian tau kan pasti.

      Sampai akhirnya terbesit dalam pikiranku, “Haruskah aku ungkapkan?”. Aku sudah terlalu lelah untuk memendam semuanya seorang diri. Aku hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Semua rasa penasaran ini. Kepadamu, untuk dirimu yang kucintai.

      Aku takut. Aku hanya takut untuk mengatakannya. Aku takut kalau kamu malah pergi menjauh. Kebungkamanmu saja sudah sangat-sangat menyiksaku. Apa jadinya jika kamu benar-benar menjauh? Habislah aku. Begitu lemah tanpamu. Karena kamu semangatku, separuh jiwaku.

      Seandainya kamu rasakan yang sama, kemarilah, tatap mataku, dan genggam tanganku. Ijinkan aku temani hari-harimu. Tumpahkan keluh kesahmu hanya padaku. Karena aku tahu, berat rasanya menanggung beban seorang diri tanpa seseorang yang menemani.

      Tapi jika yang terjadi sebaliknya, aku akan berusaha lebih kuat meskipun terasa berat. Setidaknya aku sudah mengatakannya. Aku mencintaimu, tapi aku tak bisa paksakan dirimu. Cukup aku yang terluka. Kubiarkan kamu bahagia. Mungkin terdengar seperti omong kosong. Tapi itu caraku untuk menenangkan diriku. Karena aku tahu, bukan kamu tapi perasaanku yang salah.

      Sayang sekali, sekarang dia kuliah di luar kota, untuk melihatnya saja itu sangat sulit, sebulan sekali saja tidak memungkinkan. Otakku mulai berpikir hal yang aneh-aneh, apalagi ia melanjutkan kuliah di ibu kota, pasti banyak cewek baru yang ia kenal di sana. Bagaimana jika dia sudah dengan yang lain, dengan ketampanan yang dia miliki pasti banyak wanita yang menaruh hati padanya, untuk mendekatinya pasti mudah, tidak sepertiku yang hanya bisa membayangkannya dari jauh.

     Tapi, semua ternyata hanya angan-angan. Dan pada akhirnya, aku hanya berdiam diri. Tak sesuai ekspetasi yang kuharapkan. Dan kini kusesali. Karena kamu tak kunjung kembali. Andai aku bisa memutar waktu, akan kuungkapkan semua kepadamu. Setidaknya aku sempat mengatakannya walaupun pada akhirnya aku tak dapat memilikimu.

Dari aku, yang mencintaimu dalam diam.

Penulis: Nathania Carissa, Mahasiswi Program Studi Akuntansi Angkatan 2018, Maba Wajib LK Ascarya 2018/2019

Penyunting: Agata Mega Serlina Berti

Leave a comment

Back to Top