THE TRUTH UNTOLD

CERPEN, SASTRA, UKSW Tak ada komentar pada THE TRUTH UNTOLD

“Bunda, hari ini makan pizza ya!”, ujar seorang anak kecil berusia tujuh tahun kepada ibunya.  Sang ibu yang mendengar pekikan riang dari sang anak hanya bisa tersenyum. Meskipun raut  lelah terlihat jelas di raut wajahnya, namun ia tetap berusaha memberikan respon yang baik kepada anaknya dan memang sejujurnya, dengan melihat kehadiran anaknya saat ini turut  membantu mengurangi rasa penatnya akan kerjaan kantor yang belum selesai. “Iya, nanti ya  kita makan pizza, ibu mau mandi dulu, okay?”, “ASIKK, OKAY BUNDA”, ujar sang anak. 

Kira merupakan seorang wanita karir yang saat ini telah menginjak usia 35 tahun. Dimasanya  saat ini, ia sudah memiliki keluarga kecil yang bahagia bersama sang suami dan anak kecilnya. Kira sendiri telah bekerja selama sepuluh tahun sebagai seorang Sales Manager di sebuah  perusahaan fashion yang cukup tersohor di Jakarta. Meskipun nampak sibuk, ia tetap selalu  mengutamakan keluarga diatas segalanya terutam untuk sang buah hati kecilnya.  

Pukul sudah menunjukkan jam 10 malam, Kira memasuki kamar sang anak untuk memastikan  bahwa sang anak sudah memasuki alam mimpi setelah tadinya menghabiskan satu loyang besar  pizza yang sejujurnya membuat ia cukup takjub akan nafsu makan anaknya yang cukup besar,  sebelum akhirnya ia mematikan saklar lampu yang menjadi penerang satu-satunya di ruangan  tersebut. Merasa belum mengantuk, sebelum ia tidur, ia menuju ke sebuah ruangan khusus  membaca dirumahnya untuk mencari sebuah buku yang mungkin dapat menjadi penolong sumber bantuan baginya untuk tidur.  

Ketika sedang mencari buku yang hendak ia baca, netranya terpaku pada sebuah album foto  masa SMA-nya yang sudah lama tidak disentuh olehnya maupun sang suami. Rasa rindu yang  perlahan muncul, menggerakan jemarinya untuk mengambil album tersebut dan melihatnya  kembali setelah sekian lama. Halaman demi halaman ia lihat, seakan diajak bernostalgia 

kembali ke masa-masa mudanya membuat rasa rindu dan bahagia perlahan hadir ketika mengingatnya. Hingga sampai di pertengahan halaman, netra-Nya terkunci ke sebuah foto,  dimana di dalam foto tersebut terdapat tiga remaja dengan raut sukacita terpatri jelas di masing masing wajah mereka. Ya, mereka adalah Kira dan dua sahabat dekatnya di masa SMA yaitu,  Arga dan Deon. Melihat foto tersebut, rasa bahagia, sedih, serta rindu yang mendalam kembali  menerpa ke dalam liang lubuk hati dan memorinya, tanpa ia sadar air mata mulai menetes satu 

demi persatu. Ya, Kira merindukkan masa-masa pertemanannya bersama kedua sahabatnya  yang ia tahu tidak akan bisa ia rasakan kembali di masa sekarang.  

(Flashback on) 

18 tahun yang lalu… 

Tahun 2020… 

“ANJIR ARGA WOI, BALIKIN KOLOR GUE YA GAUSAH LARI LO”, teriak Deon sambil  berlari mengejar Arga yang iseng membawa kabur kolor kesayangan Deon ketika mereka  sedang berganti baju setelah selesai menjalankan ekstrakurikuler basket. Bagi Arga, melihat  raut kesal milik Deon menjadi suatu kebahagiaan tersendiri di dalam hatinya. Kira yang  memang selalu menunggu kedua sahabatnya setiap ekstra basket hanya bisa tertawa dan ikut  membantu Deon meneriaki Arga yang sudah berlari jauh entah kemana. Yap, mereka sudah  bersahabat sejak SMP, semua ini bermula ketika mereka tinggal di satu komplek perumahan  yang sama dan para ibu-ibunya yang selalu mengadakan arisan bersama membuat mereka  secara tidak langsung menjadi akrab satu sama lain. Deon dan Arga memiliki sifat yang cukup  berbeda. Apabila Arga terkenal akan ciri khasnya yang tengil, ramah, dan aktif, sedangkan  Deon lebih kearah kalem, tenang, dan dewasa. Meskipun memiliki kepribadian yang berbeda,  entah mengapa mereka justru nampak lengket seperti anak kembar.  

Hari Minggu yang sedikit mendung dengan rintik kecil hujan, membuat ketiga remaja tersebut  hanya menghabiskan waktu quality time mereka di rumah Arga sambil menonton tv dan  bercanda gurau satu sama lain. “Kasus Covid-19 kian meningkat hari demi hari, pemerintah  mengeluarkan kebijakan baru dengan dikuranginya tingkat aktivitas masyarakat dengan  memberhentikan operasi Pendidikan secara offline dan kegiatan ekonomi lainnya, masyarakat  juga dihimbau untuk tetap waspada dan menjaga protokol Kesehatan dalam beraktivitas”, ujar  salah satu pembawa berita di siaran TV tersebut. 

“Wah gila juga ya, engga nyangka gue bakal hidup di era pandemic virus kaya gini,” sahut  Arga ketika mendengarkan sepenggal informasi dari siaran berita tadi. “Mulai sekarang kita  harus saling jaga ya karena situasi diluar lagi engga kondusif banget, gue agak takut jujur,” ujar  Kira sambil bergidik ngeri membaca jumlah korban Covid-19 saat ini. Dengan kaki menyilang  dan tubuh yang bersandar ke sofa, Arga mulai menyandarkan kepalanya ke bahu Deon yang  sedari tadi sibuk dengan game di hp-nya, tidak menggubris percakapan kedua sahabatnya. 

Melihat Deon dan Arga yang tampak asik sendiri dengan dunia mereka masing-masing,  membuat Kira bertanya penasaran, “Yon, Ga, menurut lo pada, tu virus Covid beneran nyata  apa kagak ya, gue kemarin kaya abis baca ada teori-teori konspirasi tentang ni Covid di twitter,  ada beberapa oknum yang bilang ni covid sebenarnya engga bener-bener nyata cuma akal 

akalan dari pemerintah doang”. 

“Ya menurut lo aja sih Kir, lo gak liat tu korban jiwa yang meninggal ada berapa puluh ribu  orang, ngaco banget kalo cuma boongan”, sahut Arga yang memang percaya dengan  keberadaan virus Covid-19 saat ini.  

“Ya bener juga sih”, jawab Kira yang menyetujui pendapat Arga. 

“terlepas bener ada apa engga, yang penting kita harus tetap jaga kebersihan dan kesehatan di  masa sekarang”, kata Deon dengan mata tetap melekat ke layar handphone-nya.  

“Hmm, btw kalian tau gak sih kemarin ada anak kelas lain yang meninggal gara-gara covid,  gila kasian banget mana dia tu katanya anaknya baik banget, juara kelas juga,” cerita Kira. 

“Oh, si Gilang itu bukan? Iya kasian banget, mana pemakamannya juga dilakuin secara cepat  jadi engga ada yang sempat liat dia sampai akhir” sahut Deon yang memang mengenal Gilang  karena sempat satu kelompok di kegiatan live in pada waktu kelas 10 dulunya.  

“ada juga adek kelas kita yang meninggal,” imbuh Arga. 

“Ihhh ngeri banget pokoknya” “Kita harus tetep sama-sama ya guys, ayo kita saling support  satu sama lain, gamau pisah lah gue ama kalian semua”, ujar Kira dengan raut wajah yang  nampak cemas namun tetap optimis. 

“iya beb, cerewet banget sih haha”, sahut Arga setengah bercanda 

“bab beb bab beb, lo gue lempar pake ni toples lama-lama ya”, ujar Kira setengah cemberut  tapi juga turut bercanda. 

“Btw gue cabut dulu deh, mau tidur, kangen pacar gue”, ujar Deon sambil beranjak dari sofa  menuju kea rah meja untuk membereskan barang-barang bawaannya. 

“jomblo bener, guling aja sampe di anggep pacar hahaha”, ujar Arga sambil tertawa mengejek. “bodo amat dah gue, bye guys”, jawab Deon sambil pergi kearah pintu keluar untuk pulang. “yaa, hati-hati”, sahut Arga dan Kira bebarengan untuk Deon.

Setelah hari itu, mereka bertiga kembali beraktivitas dengan normal di rumah mereka masing masing.  

Arga memang anaknya gampang parno akan sesuatu apabila dibandingkan dengan kedua  sahabat lainnya, maka dari itu ia sangat berusaha untuk mematuhi protocol kesehatan. Untuk  pergi keluar seperti indomaret saja, Arga cenderung takut dan merasa tidak nyaman dengan  situasinya. Arga juga memiliki penyakit bawaan asma, sehingga membuat ia kurang begitu  suka untuk menggunakan masker sebab masker cenderung membuat jalur pernafasannya kian  terbatas.  

Maka dari itu, ia tidak ingin mengambil resiko yang besar dan lebih memilih untuk terus berada  di rumah. Kira dan Deon pun yang paham akan situasi Arga, juga turut memaklumi, bahkan  sekarang jadwal main mereka lebih sering diadakan di rumah Arga dibandingkan di rumah  lainnya maupun di luar. Sehingga selama 4 bulan ini, dapat dikatakan rumah Arga menjadi  basecamp bagi mereka bertiga untuk berkumpul.  

“Tebak”, kata Arga 

“Tebak apaan dah”, jawab Deon yang sedang beristirahat setelah mengikuti zoom kelas  matematika yang amat sangat menguras energi dan otaknya. 

“Gue punya pacar”, jawab Arga dengan senyum sumringah bahagia dan raut wajah yang  nampak bangga seakan memenangkan sebuah lotre.  

Mendengar hal itu raut wajah Deon nampak terkejut sedikit, namun kemudian kembali datar,”  idih kok ada sih yang mau ama lo”, kata Deon menanggapi pernyataan Arga sebelumnya. 

“Jahat banget, ya ada lah kan gue cakep bos”, imbuh Arga tanpa merasa sakit hati sedikitpun  karena ia tau Deon hanya bercanda saja. 

“Emang lo jadian sama siapa Ga?” tanya Deon 

“Kira” 

“oh”, respon Deon yang kemudian ia lanjut, “congrats deh, pajak jadian jangan lupa ye”.

“HAHA SIAP BOS, kan lo sahabat gue, Kira juga sahabat kita, nanti kita rayain bareng-bareng,  gila bahagia banget gue bisa jadian ama Kira” ujar Arga sembari mendekat dan meraih tubuh  Deon untuk ia bawa kedalam pelukan karena ia sedang merasa bahagia sekali. Deon yang  merasa dipeluk hanya bisa diam dan tersenyum tipis sebelum akhirnya membalas pelukan  Arga.  

Tanpa mereka sadari ada satu hati yang patah, hanyut dengan rasa kecewa dan sedih akan hukum dunia ketika mendengar berita bahagia tersebut. Sebab ia sadar, mau seberapa usaha  yang ia lakukan, ia tidak akan pernah bisa meraihnya apabila dunia tidak mengizinkannya  hadir. 

Sudah tiga bulan berlalu, saat ini mereka sedang melakukan zoom call untuk mengerjakan  tugas project sekolah. Tidak ada yang berubah selain Arga dan Kira yang makin kian lengket.  Wajar sih kalau kata orang, masa-masa awal pacaran tu merupakan masa-masa bucinnya.  Sedangkan Deon, yah masih nampak sama dan tidak ada perubahan sama sekali, atau memang  dirinya saja yang pandai menyembunyikannya, tidak ada yang tahu. 

“Eh jalan-jalan yuk, suntuk banget 7 bulan dirumah terus”, ujar Kira yang memang merasa  butuh refreshing setelah mengikuti serentetan ujian akhir tahun yang memang baru selesai  kemarin. 

“Skip, aku engga berani by, takut asma kambuh” sahut Arga tidak begitu menyukai usulan dari  kekasih tercintanya. 

“Ih gapapa lo, jumlah kasus covid-19 di kota kita juga udah menurun, udah jauh lebih aman  engga separah pas awal-awal dulu”, “lagian asal kita patuh sama prokes, harusnya kita aman aman aja”, “kemarin aja aku pergi jalan-jalan sama keluarga dan lihat sekarang, aku baik-baik  aja kan? Jadi ayo kita main juga kemana gitu, ya ya ya please?”, pinta Kira kepada pacarnya. 

Deon hanya diam mendengarkan perdebatan dari kedua sahabatnya itu, karena memang pada  dasarnya ia juga tidak masalah sih kalau harus pergi jalan-jalan keluar dan kalau tidak pergipun  ia juga tidak masalah. 

Arga yang hatinya mudah luluh, apalagi yang memohon adalah kekasihnya, akhirnya memilih mengalah dan mengiyakan permintaan pacarnya.

“YESS AKHIRNYA”, teriak Kira kesenangan. 

“bentar aku mau ke toilet dulu, kalian lanjut nugas aja dulu” ujar Kira sembari beranjak dari  kursi dan pergi keluar kamar untuk ke kamar mandi. 

“Lo beneran yakin mau pergi?”, tanya Deon yang sepertinya sedikit mengkawatirkan penyakit  bawaan temannya yang satu ini. 

“Mm, yah…, gapapa kali ya, lagian sekali-kali gue juga pengen nyenengin Kira”, jawab Arga. 

“Oke kalo gitu”, Jawab Deon dan suasana hening kembali karena mereka kembali sibuk  mengerjakan tugas mereka kembali. 

“Btw, lo ama Kira gimana?”  

“hehe baik-baik aja si sejauh ini, tapi Kira kalau pacaran jadi manja banget, tapi gapapa sih gue  malah suka”, jawab Arga dengan senyum lebar. 

“Oh, okay langgeng-langgeng deh lo pada, gue bakal support kalian terus, lagian kalian juga  cocok sih kata gue”, jawab Deon dengan mata masih focus ke dalam kertas-kertas data untuk  tugas project mereka. 

“Emang lo best bro banget sih buat gue, thanks ya Yon”, ujar Arga. 

“gue positif” 

Seminggu sebelumnya, mereka memutuskan untuk jalan-jalan ke pantai dan melakukan wisata  kuliner di sepanjang kota. Pada saat itu, jujur mereka tidak menyesal mengiyakan ide Kira  tentang jalan-jalan, karena mereka benar-benar merasa terhibur dan bersenang-senang setelah  lebih dari 7 bulan ini hanya bisa beraktivitas di rumah saja. Meskipun begitu, mereka juga tidak  lupa untuk tetap mematuhi prokes yang dianjurkan pemerintah apabila hendak beraktivitas di  luar rumah. Rasa rindu, bebas, bahagia menjadi satu di dalam hati mereka bertiga yang memang  rindu akan masa-masa seperti ini yang sering mereka lakukan sebelum pandemic datang. 

Namun, yang Namanya kebahagiaan itu dinamis dan tidak selalu menetap, seperti saat ini. “positif? Maksud lo?”.

“covid”. Deon yang sedang bersantai menonton tv yang kemudian mendapatkan panggilan  telepon masuk dari Arga, langsung terdiam dengan wajah terkejut. 

“Lo serius Ga?” 

“Jangan bilang-bilang ke Kira dulu, gue gamau bikin dia sedih”, mohon Arga dengan suara  lemah dan nampak tidak baik-baik saja. 

“Lo sekarang dimana, bukannya kita udah test swab juga ya pas habis jalan-jalan kemarin?  Bukannya pas itu hasil testnya lo juga negative? K-kenapa k-kok tiba-tiba sekarang positif? Ini  beneran? Lo engga lagi prank kan? Kalo iya gak lucu asli Ga”, sahut Deon dengan intonasi  kawatir, panik, dan takut menjadi satu. 

“gue serius Yon, mungkin karena pas kita jalan-jalan kemarin imun tubuh gue emang lagi  kurang fit, g-gue juga kaget, takut, bingung, uhuk..uhuk..gue takut asma gue, gue takut, takut,  takut , hiks..gatau Yon gue sekarang takut banget”, Ucap Arga lemah. 

“Sekarang gue lagi isolasi di rumah sakit, uhuk..huk..asma gue juga kena dan makin parah  kayanya sekarang”, tambah Arga 

Deon yang mendengar isakan dan suara lemah Arga, hanya bisa terdiam lemas, ingin ikut  menangis, namun ia sadar tidak seharusnya ia ikut menangis, harusnya dia disini harus bisa  menguatkan sahabatnya, Arga, memberikan ketenangan dan mengatakan bahwa semua akan  baik-baik saja. Ya benar tidak seharusnya ia menangis sekarang. 

“Arga, denger, lo sekarang yang tenang, gue tahu lo kuat, meski virus yang ada di dalam tubuh lo bakal lebih sulit penyembuhannya karena penyakit asma lo, tapi gue yakin lo bisa, lo bisa  sembuh, okay? Gue mohon jangan terlalu lo bawa pikiran, tolong jadiin gue… atau Kira atau  keluarga lo sebagai motivasi lo buat sembuh, lo engga mau bikin Kira sedih kan? Gue yakin  karena gue tahu lo anak yang kuat, paling kuat diantara kita bertiga” Hibur Deon 

“Thanks Yon, tapi tetep gue khawatir engga bisa sekuat itu”, sahut Arga dengan isakan tangis  yang sepertinya belum kunjung reda. 

“kalo lo butuh sesuatu, kabari gue aja, gue bakal jadiin lo prioritas untuk sekarang, meski gue  engga bisa nemenin lo secara langsung, tapi gue harap lo bisa ngandelin gue sekarang”, pinta  Deon  

“masalah Kira… gue engga bisa janji bakal engga bilang ke dia, karena bagaimanapun dia juga  punya hak untuk tau kondisi lo sekarang”, tambah Deon

“Okay, tolong jaga Kira ya Yon selama gue lagi masa penyembuhan dan isolasi” pinta Arga 

“Pasti, bagaimanapun Kira juga sahabat gue Ga, lo tenang aja dan focus sama pengobatan diri  lo dulu”, Hibur Deon 

Setelah panggilan telepon itu berakhir, Arga kembali bisa tersenyum meski hanya senyum tipis,  ia sekarang yakin, bahwa ia tidak menyesal telah menjadikan Deon sebagai safe placenya untuk  berkeluh kesah selama ini, sahabat terbaiknya.  

Dua minggu sudah berlalu, kondisi Arga juga kian membaik, ia sudah sembuh dari Covid,  namun meskipun begitu ia masih harus tetap tinggal di rumah sakit karena efek dari Covid membuat penyakit asmanya semakin buruk dan perlu pengawasan yang intensif dari medis.  

Kira pun juga sudah mengetahui kondisi Arga, kekasihnya, dan turut membantu serta memberikan dukungan atas proses pengobatan Arga. Deon pikir Kira akan menangis keras  ketika ia memberitahu akan kondisi Arga, namun diluar dugaan, Kira jauh lebih dewasa dan  kuat dari yang ia pikir. Kira khawatir dan pastinya sedih, hanya saja ia tahu kalau Arga tidak  ingin melihatnya sedih, jadi dia berusaha terlihat kuat dan meyakinkan diri bahwa Arga bisa  melawan covid tersebut. 

Dan memang benar, hanya dalam waktu dua minggu, Arga sudah dinyatakan sembuh dari  Covid, dan tentunya itu menjadi berita yang melegakkan bagi Deon dan Kira.  

Meski berhasil melawan penyakit Covid, namun sayangnya penyakit asma Arga makin hari selalu makin parah. Yap, Arga dinyatakan meninggal di kamarnya dua hari setelah ia di  perbolehkan untuk pulang ke rumah setelah berbagai perawatan intensif yang ia lakukan.  Sebenarnya, pihak rumah sakit tidak menyarankan Arga untuk dapat pulang, tapi karena  sepertinya Arga yang sudah rindu berat dengan rumah, akhirnya rumah sakit pada saat itu  mengijinkan Arga untuk pulang dengan syarat Arga harus tetap dirawat seperti di rumah sakit  di rumahnya. Kembali lagi, keputusan Tuhan tidak ada yang mengetahui, dan Arga juga  sepertinya memutuskan untuk menyerah berjuang melawan penyakitnya.  

Kabar meninggalnya Arga sudah menyebar hingga ke rumah Deon dan Kira. 

Mendengar berita tersebut, Kira sempat drop dan menangis keras hingga harus dilarikan ke  rumah sakit karena sempat pingsan. Sedangkan Deon, ia hanya diam…ya diam dan menangis  dalam diam di kamar tidurnya. 

Pemakaman Arga dilakukan dengan cepat dikarenakan kondisi lingkungan yang sedang dalam  masa pandemic. Bahkan pemakamannya pun hanya dapat dihadiri oleh keluarga dekatnya saja.  Kira dan Deon tidak diperbolehkan hadir ke acara pemakamannya. 

Satu minggu kemudian… 

Kondisi Kira mulai membaik, seperti yang sudah kita tahu Kira cukup dewasa dalam  menangani suatu permasalahan, Kira juga sudah mulai menerima kenyataan akan kematian  Arga dan mulai merelakan Arga untuk dapat tenang di Surga. Kira juga sudah berani  mengunjungi makam Arga dua hari yang lalu, Ia sudah berproses untuk ikhlas dan berusaha 

hidup dengan kuat dan bahagia demi Arga. 

Satu bulan, waktu yang dibutuhkan Deon untuk berani bertemu kembali dengan Arga,  pemakamannya. Tidak seperti Kira yang menunjukan respon ekpresif terhadap kematian Arga,  Deon justru menjadi jauh lebih diam bahkan menarik diri dari semua orang dan hanya berdiam  diri di kamarnya. Menuju pemakaman Arga menjadi tujuan utama yang ia lakukan setelah ia  mengurung diri. 

“Ga, jadi ini keputusan yang lo maksud malem itu”.  

“G-gue gak nyangka akan secepat itu lo pergi” ujar Deon menatap makam Arga dengan raut  wajah datar namun nampak sendu. 

(Flashback on) 

Satu hari setelah kepulangan Arga dari rumah sakit.… 

Pada saat itu, Deon memutuskan untuk menginap di rumah Arga atas dasar permintaan Arga  yang memang merindukan untuk mengobrol bersama temannya itu. Deon pun tak sampai hati  tega menolak permintaan Arga dan akhirnya mengiyakan permintaan Arga.  

Hening, malam itu mereka gunakan hanya dengan tiduran dan diam menikmati ketenangan di  dalam ruangan tersebut.

“Yon” 

“Hm, apa?” 

“gapapa”, ujar Arga setengah ragu dan lelah. 

Deon yang menyadari adanya keanehan dari temannya menengok untuk melihat wajah Arga,  “Lo kenapa, ada yang lo mau sampein? Kalo ada sampein aja, gue dengerin Ga, jangan  dipendem”, sahut Deon. 

Setelah itu hanya hening sepanjang 1 jam lamanya… 

“Yon, lo tau… alasan gue pengen balik rumah karena…” Arga menjeda perkatannya dan mulai  mengusap wajahnya kasar sembari melanjutkan, “karena g-gue rasa gue udah engga sekuat itu  buat ngelawan penyakit asma gue, paru-paru gue juga udah makin parah gara gara covid, buat  nafas aja susah, gue engga kuat, lo tau?”. 

Setelah itu mulai terdengar isakan kecil dari arah tempat Arga, isakan yang membuat hati Deon  terenyuh dan langsung membawa Arga ke dalam pelukannya. 

“Ga, gapapa kalo lo emang lagi capek, gapapa gue tahu… tapi please bertahan sekali lagi ya,  demi gue, demi Kira, demi keluarga lo, please?” 

“G-gue…engga tahu dan engga berani janji Yon, karena gue udah mati rasa capek”, ujar Arga  yang semakin terisak keras sembari membaringkan kepalanya ke bahu Deon yang sedang  memeluknya. 

“Bisa, gue bantu, gue bakal bantu lo, tenang ya.. jangan nangis… gue gasuka dengernya,  sekarang kita tidur terus besok gue ama Kira bakal maen lagi kesini nemenin lo, okay?” Ujar  Deon sembari mempererat pelukannya dan memberikan ciuman-ciuman kecil di pundak Arga  sebagai penenang untuk sehabatnya. 

(Flashback off) 

“bahkan sampai saat ini, gue masih belum nerima kepergian lo” 

“masih banyak hal yang pengen gue sampein ke lo” 

“g-gue…gue…engga bisa kalo harus hidup tanpa lo, lo jahat banget… kenapa harus nyerah…  gue…”

Deon kembali menangis dan terduduk di samping makam Arga. 

“Lo tau, kita sering banget bagi-bagi cerita, bahkan kayaknya gue tahu semua rahasia lo dan lo  pun juga tahu gue sebaik gue tahu lo…tapi masih ada satu rahasia yang selalu gue pendem dari  lo dan kayaknya udah percuma dan telat juga kalau gue kasih tau sekarang…”, ujar Deon  dengan senyuman hampa dan mengadahkan kepalanya melihat langit. 

“Gue balik dulu ya Ga, gue sayang lo…”. 

“Sahabat”. 

Setelah kematian Arga, hubungan Kira dan Deon semakin renggang, mereka juga jadi jarang  berinteraksi bersama. Kira beberapa kali masih berusaha untuk mengajak ngobrol dan bermain  Deon, namun nampaknya Deon lebih memilih menarik diri dan hanya ingin memfokuskan diri  ke sekolah. Hal ini berlangsung hingga mereka lulus. 

(Flashback off) 

“Arga, gue kangen hehe, gue harap lo udah hidup tenang disana ya”, Ujar Kira menatap foto  penuh kenangan tersebut. 

Setelah mengaduh rindu, Kira kembali menutup album foto SMA-nya, dan mulai bersiap-siap  kembali untuk tidur, karena tenaganya sudah terkuras habis hari ini. 

Deon? 

Tidak ada yang tahu kabar Deon setelah kelulusan, bahkan Kira pun sudah lost contact dengan  Deon hingga saat ini.  

Seakan-akan Deon menghilang… 

Bersama untaian kata…perasaan…rahasia terpendam, yang nampaknya tak akan pernah  tersampaikan kepada Arga, kepada Kira, kepada dunia.  

END.

BIODATA 

Benita Elma Verina Diharto atau yang biasa dipanggil Benita adalah seorang mahasiswi di  Universitas Kristen Satya Wacana Angkatan 21. Ia lahir di kota Semarang pada tanggal 5 Mei 2003. Ia memiliki hobi membaca, berenang, dan memiliki ketertarikan di dunia menulis dan  bisnis. 

Juara Pertama SELOPEN

Leave a comment

Back to Top