MEA Sudah di Depan Mata

MEA Sudah di Depan Mata

SEPUTAR FEB Tak ada komentar pada MEA Sudah di Depan Mata

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bukanlah hal baru dan perlu menjadi perhatian bangsa Indonesia. 31 Desember 2015 merupakan langkah awal menuju MEA yang selama ini digagas dan dibentuk beberapa puluh tahun yang lalu. MEA merupakan suatu sistem ekonomi yang mengacu pada perdagangan bebas antarnegara kawasan ASEAN. Alasan dibentuknya MEA untuk meningkatkan keamanan perekonomian kawasan ASEAN serta diharapkan dapat mengatasi masalah ekonomi antarnegara ASEAN.

Senat mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis bekerja sama dengan empat Himpunan Mahasiswa Progdi (HMP) untuk mengadakan Economic Fair. Kegiatan ini merupakan inovasi baru yang diselenggarakan pada 7,8 dan 10 Maret 2016 dengan mengusung tema “Sudah Sejauh Mana?” dan diketuai oleh Michael Pelafu T. dari progdi Manajemen. Rangkaian acara pertama adalah lomba yang diikuti dua progdi yaitu AcoFEB (Akuntansi) dan MicMac Competition (Ilmu Ekonomi). Kemudian, acara dilanjutkan dua progdi lainnya, Best Cover Best Career (Sekretaris) dan Stock Exchange Competition (Manajemen). Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing individu. Seminar Economic Fair mengundang Galatia Chandra (International Speaker ASIA-PASIFIC), Albert Sudartanto (CO Founder www.wearinasia.com), Agoes Kartika Adi (General Manager Administration PT. TI Matsuoka Winner Industry) sebagai pembicara, dan Apriani Dorkas Rambu A.,SE,M.Com,Ph.D. selaku moderator. Acara Seminar Economic Fair terbagi menjadi dua yaitu seminar yang diisi oleh Galatia Chandra dan talkshow oleh Albert Sudartanto dan Agoes Kartika Adi.

Economics Fair 2k

Galatia Chandra saat membawakan materi dalam Seminar Economic Fair 2016| Foto: Lailatul Badriah

Keuntungan yang diperoleh suatu negara sejak mengikuti MEA yaitu mendapatkan investor dari luar negeri serta kolaborasi dan standarisasi untuk melindungi pasar dalam negeri. Persiapan utama dalam menghadapi MEA adalah kesiapan mental untuk membangun mentalitas karena mentalitas harus dipersiapkan dalam menghadapi MEA. Selain persiapan mental, dalam menghadapi MEA, kita harus mampu bersaing dengan Negara ASEAN lainnya. Salah satu cara untuk mampu bersaing yaitu adanya sertifikasi profesi yang harus dimiliki. Sertifikasi profesi merupakan akses untuk kita dapat diakui sebagai tenaga kerja yang berkompeten, khususnya area ASEAN.

Seminar ini membahas mengenai persiapan Indonesia untukmenghadapi MEA yang dimulaiDesember 2015, tetapi Galatia mengungkapkan ketidaksetujuannya, “Indonesia sendiri harus bisa bersaing, bukan ditanya lagi untuk kesiapannya dalam menghadapi MEA ini. MEA merupakan tempat untuk berkompetisi dan sebagai kesempatan”.

Tujuan MEA adalah kesatuan pasar dan basis produksi, kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, kawasan yang memiliki pembangunan ekonomi yang merata, dan integrasi secara penuh terhadap perekonomian global. Adanya MEA ini menyulitkan para pengusaha karena banyak pesaing yang bebas masuk pasar ASEAN. Dalam dunia ekonomi, adanya negara BRICS/MINT yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih cepat akan menjadi incaran negara lain. Negara BRICS yaitu Brazil, Rusia, Cina dan South Africa. Pada tahun 2012, beralih pada negara MINT, antara lain Meksiko, Indonesia, Nigeria dan Turki. Penyebabnya ialah harga minyak bumi di bawah harga air dan jumlah populasi penduduk yang besar serta memiliki kawasan demografis yang sangat baik guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Negara MINT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan BRICS, baik dari segi geografis yang menguntungkan, ekonomi, maupun politik. Beralihnya BRICS ke MINT membuat Indonesia menjadi incaran investasi bagi para investor diberbagai dunia. Diperkirakan tahun 2050, Indonesia akan menjadi peringkat sepuluh besar di dunia di atas Inggris dan Jerman.

Menurut Galatia, ada empat sektor yang sudah siap menghadapi MEA, yaitu sektor Logistik, Pariwisata, Kesehatan, dan Jasa. Diperkirakan sektor pariwisata dapat berkembang dengan adanya Tourism, tapi belum dapat dipastikan karena Tourism Performance di Indonesia pada Januari-Desember, pertumbuhannya sebesar 6,4%, sedangkan di Malaysia pertumbuhan Tourism Performance pada Januari-Oktober sebesar 9,6%. Indonesia masih kalah bersaing dengan Malaysia. Menurut World Economic Forum, nilai Tourism Competitive 2015 Indonesia menempati peringkat paling bawah yaitu 50 besar dari 50 negara yang ada. Hal ini membuktikan bahwa Tourism di Indonesia masih lemah karena Indonesia belum mengerti dan memahami cara mengembangkan tourism yang ada di negara sendiri.

Ulfa Ariesta Rakhmi, mahasiswi program studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Angkatan 2014.

Penyunting: Carolina Laurensia

Leave a comment

Back to Top