Karena Menulis Tak Pernah Sederhana

OPINI 3 Komentar pada Karena Menulis Tak Pernah Sederhana

Sosmed (social media)mu, harimaumu”, kira-kira seperti itulah kutipan yang sedang marak dipergunakan oleh hampir seluruh masyarakat saat ini menggantikan ungkapan ‘mulutmu, harimaumu’. Beberapa kasus yang berawal dari media sosial mungkin masih segar diingatan kita seperti kasus Florence pada media sosial Path mengenai Kota Jogja, kasus Dinda pada media yang sama yaitu Path, mengenai keluhannya terhadap ibu hamil, sampai pada kasus Prita Mulyasari yang melalui e-mail menyampaikan keluhannya mengenai penipuan RS. Omni Internasional Alam Sutra, yang pada akhirnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. Beberapa kasus ini nyatanya mampu memancing perhatian khusus masyarakat luas, baik berupa dukungan ataupun berupa makian. Tak jarang pula, dunia pers pun ikut ambil andil dalam mempengaruhi pandangan masyarakat dengan kritikan ‘pedas’ atau sekedar informasi melalui tulisan mereka.

Tulisan ini bukanlah bentuk dukungan atau kritikan saya terhadap beberapa pihak yang telah saya sebutkan di atas. Saya pun dengan terbuka menerima bahwa setiap orang mempunyai kebebasannya masing-masing, termasuk jika orang tersebut ingin bebas untuk tidak bertanggung jawab. Sebagai seorang yang pasif bicara, menulis merupakan media untuk saya dapat berbagi suara, berbagi kepedulian, berbagi rasa, dan pengalaman kepada orang lain. Saya dapat berbicara tanpa canggung dan tersendat-sendat, ya, melalui tulisan saya belajar berbicara.

Seperti berbicara, menurut saya menulis pun harus berhati-hati, apalagi saat di-publish. Pikirkan siapa yang akan membaca tulisan kita nantinya, adakah pihak yang akan merasa tersinggung, dan yang paling penting yaitu sudah cukup layakkah setiap kata yang kita gunakan dalam tulisan kita. Memang tujuan menulis salah satunya adalah member informasi kepada orang lain, tapi bukankah memikirkan perasaan para pembaca dan dampak selanjutnya juga tak kalah penting ? Jangan hanya terlalu fokus pada informasi yang diterima oleh pikiran, tapi pertimbangkan pula perasaan saat orang lain membaca tulisan tersebut, apakah degupan kencang karena bahagia atau malah gemuruh amarah yang sedang membara.

Sang Pencipta pun tak hanya menciptakan manusia dan lingkungan penunjangnya, Ia bahkan memberi kita begitu banyak kata dalam berbagai bahasa, mulai dari bahasa asing, bahasa daerah, hingga bahasa yang sekarang dijuluki bahasa gaul. Ada begitu banyak, tapi mengapa harus memilih kata yang dapat membuat orang lain tak enak hati dan tak jarang mendesah lirih ? Banyak masalah yang awalnya bermula dari sebuah tulisan. Hampir sama seperti perkataan, saat tulisan itu menyebar dan dibaca orang, takkan ada yang bisa untuk menariknya kembali sekalipun kau dengan mudah dapat menghapusnya. Untuk itu, karena menulis tak pernah sederhana maka belajarlah untuk memilih setiap kata dengan bijaksana.

3 Comments

  1. Rosi Amanah 30 September 2014 at 02:34

    Ya kita harus berhati hati dengan ucapan,karena sakitnya fisik karena benda belum seberapa di bandingkan sakitnya hati karena ucapan 🙂

  2. ASCARYA 14 Oktober 2014 at 13:05

    Postingan sudah direvisi. Terima kasih atas sarannya 🙂

Leave a comment

Back to Top